Kurikulum Merdeka: Inovasi Pendidikan untuk Kemandirian dan Kreativitas Generasi Emas

 


Oleh Nazma Aliya Mutia

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

 IAI AL-AZIS Indramayu

 

            Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia, Bapak Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. mengungkapkan bahwa kurikulum merdeka belajar merupakan bentuk respon dari pemerintah dalam menghadapi permasalahan studi nasional maupun internasional tentang bagaimana krisis pembelajaran di Indonesia yang telah dimulai sejak lama belum juga membaik dari tahun ke tahun. Sistem pendidikan terlalu membebani peserta didik dengan menuntut mereka untuk menguasai berbagai bidang studi yang menggunakan materi bersifat tekstual. Hal ini mengakibatkan tekanan dan stres pada anak-anak yang berdampak pada perilaku seperti bolos, kebosanan di sekolah, berbuat gaduh, mencontek, dan tidur saat jam pelajaran berlangsung. Mereka kurang menghargai diri sendiri, tidak mengoptimalkan potensi diri karena cenderung malas, kekurangan percaya diri, mudah diadu domba, tidak konsisten, dan memiliki kecenderungan munafik.

            Konsep kurikulum merdeka merupakan suatu inovasi dan gagasan pendidikan dari pemerintah untuk mendukung pembelajaran di sekolah sebagai wadah peserta didik guna mengekspresikan diri baik dari sisi kemandirian, inovatif dan kreatif. Tujuan konsep kurikulum merdeka yaitu sebagai peluang besar pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia jika hal ini dipersiapkan dengan matang (Prameswari, 2020). Merujuk pada pendidikan, dalam konsep “Kurikulum Merdeka” peserta didik diberikan memberikan ruang lebih banyak untuk mengendalikan proses belajarnya sendiri.  Hal ini akan menciptakan peserta didik yang mandiri, aktif, dan bertanggung jawab (Rambung, sion, Bungamawelona, Puang, & Salenda, 2023). Kurikulum Merdeka Belajar mulai diterapkan pemerintah pada saat pandemi Covid-19 berlangsung. Bencana tersebut menciptakan adanya lonjakan permasalahan pendidikan yang menyebar dan menyebabkan hilangnya pembelajaran pagi peserta didik (Amani, 2023). Masyarakat yang dibatasi aktivitasnya berdampak meningkatnya kesenjangan pembelajaran (SMP, 2020). Inovasi pendidikan di masa pandemi Covid-19 telah membawa perubahan yang signifikan dalam bidang pendidikan seperti penggunaan teknologi dan pendekatan baru untuk mencapai tujuan pendidikan. Inovasi tersebut membuat pemerintah mulai menggeser dan merubah paradigma masyarakat mengenai pendidikan terdahulu.

            Abad ke-21 ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mulai mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Globalisasi yang mulai meluas kepada masyarakat mengakibatkan batas antar negara dan budaya semakin tidak jelas (M, Ananda, & Istiningsih, 2019).

            Paradigma baru pembelajaran di Indonesia seperti yang diimplementasikan melalui Kurikulum Merdeka mengalami perubahan secara signifikan. Sebelumnya, paradigma pembelajaran di sekolah menekankan tes prestasi dan intelegensi konvensional, namun sekarang terdapat pergeseran menuju penilaian yang lebih realistik dan holistik, menggunakan proyek dan portofolio serta tidak menekankan penggunaan tes standar. Paradigma baru juga memiliki asumsi bahwa baik itu belajar mengenai muatan atau isi maupun konteks sama-sama diperlukan agar terjadi transfer pembelajaran (Winarto, 2022). Pendidikan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih materi pembelajaran yang menarik bagi mereka kemudian peserta didik dibimbing untuk mengambil inisiatif dan tanggung jawab terhadap pilihan mereka. Pendekatan ini tidak hanya mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan kompleks dunia nyata, tetapi juga meningkatkan rasa kepemilikan terhadap proses pendidikan peserta didik.

            Dalam kerangka Kurikulum Merdeka, pemerintah mulai mengusulkan adanya pergeseran paradigma dari pendekatan pembelajaran tradisional ke yang lebih progresif. Sebagai opsi alternatif, sistem ini menekankan kepada peran pusat peserta didik dalam pembelajaran (student center). Ini sangat memungkinkan mereka untuk bebas mengeksplorasi minat dan identitas diri mereka. Hal ini sangat berbanding balik dari pembelajaran tradisional yang sebelumnya yaitu guru sebagai pusat suatu pembelajaran (teacher center) akan tetapi pada pendekatan progresif berbeda, guru hanya menjadi fasilitator pembelajaran yang mengarahkan siswa menuju potensi terbaiknya. Dengan pendidikan yang berpusat pada peserta didik akan menciptakan kemandirian siswa dalam konteks pendidikan merujuk pada kemampuan siswa untuk belajar secara mandiri, mengontrol proses belajar mereka sendiri, dan mengambil inisiatif dalam menyelesaikan masalah belajar.        Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian siswa adalah lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan masyarakat. Kemandirian belajar siswa juga melibatkan kemampuan untuk mengatur program belajar, mengontrol proses belajar, memiliki kebebasan, dan tanggung jawab, serta kewenangan yang lebih besar dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mereka sendiri (Riadin, 2022).

            Dalam kurikulum merdeka, pemerintah tidak lagi memfokuskan diri kepada hasil dari suatu pembelajaran namun lebih menekankan pengembangan kreativitas siswa. Akan tetapi, penting bagi pendidik untuk menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki kemampuan unik di bidang tertentu. Oleh karena itu, sistem pendidikan saat ini perlu secara optimal mendukung perkembangan di semua bidang yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Tujuannya adalah agar mereka dapat berkembang dan menggunakan keahlian tersebut sebagai landasan bagi kehidupan dewasa mereka. Ini menjadi dasar agar peserta didik dapat mengambil keputusan yang tepat dan berorientasi pada pengembangan diri di dunia nyata (Samadhinata, 2022). Dengan langkah ini pemerintah dapat menghasilkan generasi emas yang kompeten, mandiri, kreatif, dan inovatif. Generasi emas adalah manusia unggul yang dipersiapkan untuk mengisi pembangunan pada tahun 2045. Generasi emas ini yang akan mencetak kualitas manusia unggul di masa yang akan datang sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh masyarakat (Hamdani, Nurhafsah, & Silvia, 2022).

            “Generasi emas akan menjadi bagian dari masyarakat dunia yang bersifat transkultural, tetapi harus tetap ada dan berkembang dalam hidup yaitu jati diri dan budaya Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bermartabat” menurut Ketua Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI) Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. saat menyampaikan makalah utama dalam konperensi Nasional Pendidikan Indonesia (Konaspi) VII yang diselenggarakan Universitas Negeri Yogyakarta, di Roya Ambarrukmo, Yogyakarta, kamis (1/11/2012).

            Untuk kebutuhan itu, maka pendidik memberikan suatu motivasi dengan mengeksplorasi ide-ide baru sehingga membangun rangsangan berupa stimulus-stimulus pada peserta didik yang inovatif. Pendidik menerapkan pendekatan interdisipliner dan menciptakan lingkungan yang mendukung ekspresi kreatif peserta didik. Ini merupakan upaya untuk menghasilkan generasi yang inovatif dan memiliki kemampuan berpikir kreatif. Serta kurikulum merdeka bisa menjadi sarana pemerintah dalam mewujudkan gold generation dalam membangun Bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, pada kemenangan negara yang ke 100 tahun terlepas dari belenggu penjajah.

Dari Pembahasan di atas

 

Pembahasan di atas menyoroti perlunya adopsi Kurikulum Merdeka Belajar sebagai respons terhadap krisis pembelajaran yang telah berlangsung lama di Indonesia. Kurikulum ini bertujuan untuk memberikan lebih banyak ruang kepada peserta didik agar bisa mengendalikan proses belajar mereka sendiri, menciptakan suasana pembelajaran yang lebih mandiri, aktif, dan bertanggung jawab. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar dimulai pada masa pandemi Covid-19, di mana lonjakan masalah pendidikan menjadi semakin nyata akibat hilangnya pembelajaran reguler dan peningkatan kesenjangan pembelajaran.

 

Paradigma pembelajaran di Indonesia mengalami perubahan signifikan, dari penekanan pada tes prestasi dan intelegensi konvensional menjadi penilaian yang lebih holistik dan realistis, dengan penggunaan proyek dan portofolio sebagai alat penilaian. Siswa diberikan kebebasan untuk memilih materi pembelajaran yang menarik bagi mereka, sementara guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa menuju potensi terbaik mereka. Hal ini diharapkan dapat menciptakan siswa yang mandiri dan memiliki kemampuan belajar secara mandiri.

 

Penting bagi pendidik untuk menyadari bahwa setiap siswa memiliki potensi unik, dan sistem pendidikan perlu mendukung perkembangan di semua bidang untuk memastikan bahwa setiap siswa dapat berkembang secara optimal. Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan generasi emas yang kompeten, mandiri, kreatif, dan inovatif, yang akan menjadi pilar pembangunan Indonesia di masa depan. Kesimpulannya, Kurikulum Merdeka Belajar menjadi langkah strategis dalam membangun pendidikan yang lebih adaptif, kreatif, dan relevan dengan tuntutan zaman.

Referensi:

Amani, N. K. (2023, Juni 26). Liputan6.com. Retrieved from liputan6.com: https://www.liputan6.com/bisnis/read/5329317/nadiem-makarim-pamer-ke-bank-dunia-program-kurikulum-merdeka-jadi-jurus-tangani-learning-loss?page=2

Hamdani, A. D., Nurhafsah, N., & Silvia, S. (2022). Inovasi Pendidikan Karakter Dalam Menciptakan Generasi Emas. Junal Pendidikan Guru, 170-178.

Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan . Jakarta: Depdikud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

M, F., Ananda, R., & Istiningsih, S. (2019). Perubahan Paradigma dalam Organisasi Belajar di Abad 21. Repository.uinsu.ac.id, 110-117.

Nasution, & Wahyuni, S. (2021). Assesment Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Dasar. Jurnal Mahesa Center, 135-142.

Prameswari, T. W. (2020). Merdeka Belajar : Sebuah Konsep Pembelajaran Anak Usia Dini Menuju Indonesia Emas 2045. Prosiding Seminar Nasional Penalaran dan Penelitian Nusantara, 76-86.

Rambung, O. S., sion, Bungamawelona, Puang, Y. B., & Salenda, S. (2023). TRANSFORMASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR. Jurnal Ilmu Pendidikan, 1-15.

Riadin, M. (2022, 09 21). KajianPustaka.com. Retrieved from Kemandirian-belajar: https://www.kajianpustaka.com/2022/09/Kemandirian-belajar.html

Samadhinata, I. M. (2022). Efektivitas Sistem Pendidikan Dalam Mempengaruhi Terwujudnya generasi Emas. Jurnal Ilmu Multidisiplin, 19-26.

SMP, P. W. (2020, July 14). Direktorat Sekolah Menengah Pertama. Retrieved from Direktorat Jenderal anak usia dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, dan kebudayaan Riset, dan teknologi : https://ditsmp.kemdikbud.go.id/3-potensi-dampak-sosial-negatif-pandemi-covid-19-bagi-peserta-didik-yang-harus-diwaspadai/

Syifaun Nadhiroh, I. A. (2023). IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR DALAM PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Journal of Islamic Education, 1-13.

Vhalery, R., Setystanto, A. M., & Wahyu, A. (2022). Kurikulum merdeka belajar di kampus : Sebuah kajian literatur. Research of Development Journal of Education, 185-201.

Winarto, p. B. (2022, Desember 20). Paradigma Baru Pembelajaran di era Kurikulum Merdeka. Retrieved from Berita Magelang: https://www.beritamagelang.id/kolom/paradigma-baru-pembelajaran-di-era-kurikulum-merdeka

 


Redaksi : Tim Jurnalis Hima Prodi PGMI DB IV

 

0 Komentar